Ketika Peradaban-pun Bertasbih

Ini merupakan essay ku yang dilombakan dalam “Islamic Essay & Poster Competition 2010” dengan tema “Iman dan Taqwa, Bekal Pemuda Muslim Membangun Peradaban” yang diadakan oleh SKI FK UNS. Mendapat penghargaan juara harapan 1, yg di umumkan pada Seminar “Adrenalin” pada hari Ahad, 7 November 2010.

 

Ketika Peradaban pun Bertasbih

by : Raditya Ndaru PP

History, Present, and Future

Membangun peradaban. Dua kata yang akan membuat pikiran kita berkelana, mengembara jauh. Dengan kualitas dan kuantitas yang berbeda setiap orangnya tentu. Bisa dikatakan ketika anda seorang yang memiliki nasionalisme tinggi, akan teringat dengan Revolusi Perancis. Ketika anda seorang penggemar taktik perang, akan teringat dengan “Art of War” nya Tsun Zu. Atau ketika anda seorang pejuang muslim, tentu akan teringat dengan kejayaan Islam era nya Rosul dan para shahabat. Banyak sekali pelajaran yang dapat kita petik dari sejarah. Saya jadi teringat kata kata guru saya waktu SMA, “Jasmerah, jangan sekali-sekali melupakan sejarah”. Ini benar adanya, karena sejarah memiliki makna yang tak tergantikan nilainya.

Bukan hanya sejarah, peradaban bisa dikaitkan dengan masa depan. Para intelektual muda dibutuhkan untuk merancang dan membangun peradaban di masa yang akan datang. Dengan ilmu tentunya. Tetapi peran untuk merancang dan membangun peradaban di masa depan bukan hanya dipundak para pemuda, melainkan generasi tua pun akan ikut berperan didalamnya tentu.

Dari semua itu, yang paling penting adalah sekarang. Ya sekarang ini. Bagaimana sekarang ini menjadi intelektual muda tangguh, mencetak para intelektual muda yang tangguh, cara mengubah dan menyamakan dari berbagai mindset baik dari kalangan generasi tua maupun muda. Dengan belajar dari sejarah, baik yang kelam maupun yang cemerlang. Dengan memfokuskan target jitu untuk membangun peradaban di masa depan.

Keagungan Iman dan Taqwa

Kita sebagai umat muslim, tentunya tak akan terlepas dengan yang namanya Iman dan Taqwa. Dan sudah seharusnya memahami hakekat Iman dan Taqwa itu sendiri. Saya akan sedikit menyajikan tentang pengertian apa itu iman dan apa itu taqwa. Sekedar untuk me-refresh ingatan kita.

Iman berasal dari bahasa arab secara etimologis berarti percaya. Diambil dari kata kerja ‘aamana’ dan ‘yukminu’ yang berarti percaya atau membenarkan. Seperti kata Ali r.a. bahwasannya “iman itu ucapan dengan lidah dan kepercayaan yang benar dengan hati dan perbuatan dengan anggota (badan)”. Sehingga ketika seseorang itu mengucapkan syahadat, melaksanakan rukun islam, tetapi dalam hatinya ia tidak mempercayai nya, maka iman nya bisa disebut tidak sempurna. Begitu juga sebaliknya. Dalam hal ini, tentunya contoh kita adalah baginda Rosul dan juga para shahabat. Beliau Rosululloh SAW mengatakan, yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban, bahwasannya “Iman itu kadang naik kadang turun, maka perbaharuilah iman kalian dengan laa ilaha illallah”. Naik dengan ketaatan dan turun dengan kemaksiatan.  Jadi sudah seharusnya, kita sebagai seorang muslim, entah muda maupun tua untuk selalu dan selalu menjaga iman kita.

Sedangkan makna Taqwa, seperti kata Imam An-Nawawi, adalah “Mentaati perintah dan laranganNya”. Sehingga maksudnya adalah menjaga diri dari pekerjaan atau hal-hal yang mengakibatkan siksa Allah Azza wa Jalla, baik dengan melakukan perbuatan atau meninggalkannya. Orang yang tidak menjaga diri nya dari perbuatan dosa, berarti dia bukan orang yang bertaqwa. Taqwa itu sendiri mencakup tiga tingkatan:

1. Menjaga hati dan anggota tubuh dari perbuatan dosa dan keharaman. Apabila seseorang melakukan hal ini hatinya akan tetap hidup.
2. Menjaga diri dari perkara-perkara yang makruh/dibenci. Apabila seseorang melakukan hal ini hatinya akan sehat dan kuat.
3. Menjaga diri dari berlebih-lebihan -dalam perkara mubah- dan segala urusan yang tidak penting. Apabila seseorang melakukan hal ini hatinya akan diliputi dengan kegembiraan dan sejuk dalam menjalani ketaatan

Tingkat ketaqwaan dan keimanan kita tentu sangat jauh kualitasnya dengan para shahabat. Sangat jauh jarak kita dengan Rosululloh. Katakanlah orang yang paling sholeh sekalipun di zaman ini, tak akan bisa mengungguli orang sholeh pada zaman terdahulu. Karena mereka, para shahabat, tabi’in, tabiut tabi’in, telah ditempa dengan ujian yang sangat sangat berat. Dengan kualitas terjamin, sertifikat langit. Ibarat, sebening permata di zaman ini tetap lebih bening permata pendahulunya. Sedangkan kita, yah saya merasa sangat malu membandingkannya dengan para shahabat. Baru diberikan ujian sedikit saja oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala saja mengeluh kesana kemari. Jauh sekali.

Indonesia Tercinta

Setelah sejenak me-refresh ingatan kita tentang iman dan taqwa, mari kita masuk kedalam realita sekarang, kehidupan para pemuda di Indonesia tercinta ini. Sebagai seorang mahasiswa, saya banyak mengamati kehidupan masyarakat, terutama teman-teman saya. Si kaya, yang bergaya hidup hedonisme. Mereka dengan mudah menghamburkan uang hanya untuk berhura hura. Mereka tak mau kalau tidur di sebuah kamar kos sederhana, maunya yang besar dan ber-AC. Mereka maunya naik mobil pribadi, bukan angkutan umum atau sepeda motor. Bukan maksud saya untuk menjelek-jelek kan mereka, saya yakin mereka sebetulnya hanya butuh sedikit rangkulan dari kita, rangkulan untuk mengajak ke masjid dengan penuh kerendahan hati dan bukan berdugem ria di tempat hiburan. Disamping itu banyak terjadi praktek korupsi, kolusi dan nepotisme yang kebanyakan tentu orang yang berduit. Ini terus diwariskan dari generasi ke generasi. Perlu adanya regenerasi pemuda yang tangguh akan hal ini.

Ada juga si miskin. Walaupun miskin, tapi hebatnya bisa sombong lho! Mereka punya etos kerja yang tinggi, sayangnya orientasinya cuman dunia sehingga banyak menghalalkan segala cara yang haram. Bahkan sampai praktek perdukunan untuk mendapatkan uang banyak. Selalu mengeluh dan kurang bersyukur. Sekali lagi bukan saya bermaksud menjelek-jelekan mereka, tetapi di atas ini adalah contoh-contoh yang buruk dari yang buruk. Walaupun kalau mau jujur sebenarnya inilah keadaan sebagian besar masyarakat kita sekarang.

Kalau kita menyimak berita di koran maupun televisi, banyak kriminalitas dan kebrutalan yang terjadi di negeri kita ini.  Seperti kasus perang antara suku di Tarakan, Kalimantan Timur. Atau kasus kerusuhan yang terjadi di Jakarta Selatan. Banyak masyarakat tak bersalah menjadi korban. Ini merupakan salah satu dekadensi moral di negeri kita tercinta ini.

Memang setiap manusia diberikan fitrah yaitu hawa nafsu. Sehingga perlu adanya pemahaman terhadap satu orang yang berbeda dengan yang lainnya. Sudah seharusnya kita harus selalu sabar, yang merupakan bentuk kesyukuran menghadapi nikmat yang bernama musibah. Dan harus selalu syukur, yang merupakan bentuk kesabaran menghadapi musibah yang bernama nikmat.

Budaya dan Idola

Situasi para pemuda Indonesia ini tak lepas dari bagaimana orang tua mendidik anak nya. Dan para orang tua sendiri kebanyakan adalah orang awam yang tidak paham akan agama, dienul Islam ini. Nah serba salah kan? Kalo kata orang seperti masuk dalam lingkarang setan. Tapi sebetulnya tidak demikian, karena antara yang haq dan yang batil itu jelas perbedaannya bagaikan hitam dan putih.

Banyak juga para pemuda yang termakan banyak filosofi-filosofi yang terlihat bagus tapi sebenarnya tak bertanggung jawab. Seperti “Biarkanlah hidup mengalir apa adanya”. Padahal aliran itu selalu mengalir ketempat yang rendah. Seharusnya kita mendaki, meloncat, atau meninggi walaupun menyesakkan. Kalau perlu kita bersayap, karena “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum, melainkan kaum itu sendiri mengubah apa-apa yang ada pada diri mereka” (QS : Ar-Ra’ad ayat 11)

Faktor berikutnya adalah masalah budaya, budaya orang-orang non Islam yang merasuk kedalam tubuh umat muslim sekarang ini. Kalau kata Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 120 : “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang atau ridho kepadamu, sampai engaku mengikuti milah atau jalan mereka.” Dan penyebaran terbesar mereka, orang kafir, tentu melalui kemajuan teknologi, terutama televisi dan internet. Para pemuda kita ini menghabiskan sebagian besar waktu didepan televisi atau berinternet ria yang tak ada manfaatnya. Sampai larut malam. Menyia-nyiakan waktu. Melalaikan kewajibannya.

Para muda mudi juga mengikuti mode dan trend-trend mereka, orang non muslim. Mengidolakan seseorang yang sebetulnya jauh dari pantas untuk di idolakan. Baik itu dari aktor aktris film, bintang olahraga atau tokoh nasionalisme. Mungkin kalau disuruh mengisi formulir yang menanyakan idola, para muda mudi muslim ini kebanyakan masih akan mengisi bahwa idola mereka Rosululloh Muhammad SAW. Tetapi pada hakekatnya para pemuda kita ini tak paham siapa sebenarnya Muhammad ini.

Tugas orang tua, guru dan kita para pemuda yang paham akan Islam yang mengarahkan para remaja, yang dalam istilah psikolog adalah masa-masa lembab. Membentuk karakter mereka, dengan memahamkan mereka akan kemuliaan perjuangan Rosul. Juga berdakwah kepada para pemuda, dan para generasi tua. Tentang bagaimana beliau mengisi masa mudanya, mengisi waktu luangnya, berdagang, memecahkan masalah pelik, bermuamalah dengan sesama, dan sebagainya. Karena Muhammad SAW adalah sebaik baik contoh bagi kita. Beliaulah satu-satunya tokoh yang pernak pernik kehidupannya ditulis kan tercatat lengkap detail dengan obyektif tanpa bumbu sama sekali, teliti dan bersih dari praduga. Beliaulah yang kehidupannya tanpa cacat, merangkum semua permasalahan kehidupan umat muslim dalam posisi dan keadaan yang bagaimanapun. Tak perlu meragukan beliau, bahkan orang-orang non muslim pun mengakui beliau adalah orang nomer 1 yang berpengaruh di dunia. Dan sertifikat langit pun mengakui, “Sungguh telah ada bagi kalian, pada diri Rosulillah itu suri tauladan yang baik. Bagi orang yang mengharapkan perjumpaan dengan Allah dan hari akhir. Dan dia banyak mengingat Allah.” (QS.Al-Ahzab 21)

Dark Ages and Golden Ages

Sudah sejak dahulu kita dengan orang non muslim, atau lebih mudah nya memakai bahasa al-Qur’an, orang-orang kafir, bertentangan. Kita semua tahu tentang apa yang dinamakan Dark Ages di Eropa. Singkatnya, pada saat itu setelah keruntuhan kerajaan Romawi pada akhir abad ke 5 sampai abad 14. Dan sebetulnya belum benar-benar hilang, sampai adanya Revolusi Industri pada awal abad ke 17. Ya, pada waktu itu kehidupan di Eropa di atur oleh Gereja. Gereja menghalangi kemajuan teknologi. Dan pada akhirnya banyak timbul berbagai penyakit yang tak bisa di atasi karena minimnya fasilitas dan ilmu kedokteran.  Bencana bencana lainnya yang bahkan dianggap sihir, sehingga banyak masyarakat tak bersalah yang dituduh menggunakan sihir lalu di bunuh satu per satu. Singkat cerita, setelah kejadian tersebut berlarut larut, mereka para kaum katolik Roma ini dapat menguasai Iberian Peninsula dari umat muslim. Lalu merampas ilmu pengetahuan dari para ilmuan Islam yang diklaim sebagai temuan Dewan Gereja. Ini banyak yang menyebutnya sebagai Renaisans atau zaman kelahiran, pencerahan. Banyak kitab-kitab yang ditulis para ulama, intelektual muslim, dibuang ke sungai, sehingga warna air sungai sampai menghitam karena tinta-tinta dari kitab-kitab tersebut. Ini menjadi awal sejarah panjang dari Revolusi Industri. Dan pada akhirnya Dark Ages Eropa ini melahirkan apa yang namanya faham sekulerisme, yaitu memisahkan antara Agama dengan kehidupan sehari-hari. Ya, mereka para orang-orang kafir tersebut trauma. Sehingga gereja tidak boleh ikut campur untuk urusan pemerintahan, teknologi, dan sebagainya. Gereja ya ngurusi masalah agama saja.

Tentu saja ini berkebalikan dengan Islam. Islam sangat menghargai ilmu pengetahuan. Puncak kejayaan Islam adalah masa-masa pemerintahan Rosululloh Muhammad SAW, para sahabat, tabi’in dan tabiut tabi’in. Mereka para orang-orang sholeh terdahulu benar-benar mengamalkan Al-Qur’an dan Sunnah. Mereka melaksanakan Islam secara kaffah. Benar-benar “menggigit dengan geraham” sunnah Rosululloh. Dan ini tidak menghalangi kemajuan ilmu pengetahuan, karena di dalam Al-Qur’an sendiri merangkum kesemuanya. Di dalam Al-Qur’an dengan perintah “bacalah” yang ini mendorong dan memotivasi para intelektual muslim berupaya untuk melakukan berbagai kegiatan seperti, menerjemahkan buku-buku yang berhahasa asing kedalam bahasa Arab, berkumpul di mesjid untuk membahas dan mendiskusikan persoalan- persoalan ilmiah dan melakukan perjalanan jauh untuk mendangarkan tokoh-tokoh terkemuka berdiskusi tentang karya-karya mereka. Sehingga berkembanglah kehidupan intelektual. Pada era merekalah Islam berkembang begitu pesat, menaklukkan Eropa, Kekaisaran Romawi. Terbukti dengan begitu banyaknya perpustakaan Islam di seluruh penjuru dunia pada waktu itu dan begitu banyaknya manuskrip dan kitab-kitab yang ditulis oleh para intelektual muslim. Sebagai seorang muslim, sudah seharusnya kita mengetahui tentang sejarah Islam ini. Bani Ummayah dan Bani Abbasiyah, yang menyebarkan Islam di Eropa. Banyak kita temukan dalam buku-buku, seperti Sirah Nabawiyah dan Sirah Sahabat. Dan betul, ketika masa Golden Ages nya Islam, itulah masa Dark Ages nya Eropa. Sungguh ironis sekali, ketika mereka orang-orang kafir dipimpin oleh gereja dengan injil gubahan mereka, mereka ambruk. Tetapi ketika muslimin pada zaman Rosul dan sahabat memegang erat-erat Al-Qur’an dan sunnah, berawal dari masjid, baitulloh, maka kaum muslimin mencapai zaman keemasan nya.

Bagaimana dengan sekarang? Banyak fakta yang… yah bisa saya katakan ironis pula. Mereka orang-orang kafir bisa dikatakan sekarang menguasai kemajuan teknologi, mencapai keemasan nya. Sedangkan kita, kaum muslimin, dalam kondisi lemah dan memprihatinkan. Mereka orang-orang kafir dengan paham nya sekulerisme, lepas dari gereja mendapatkan kejayaan. Dan yang paling tersayangkan adalah, manuscript karya para intelektual Islam malah banyak tersimpan di perpustakan Barat. Seperti salah satu kitab tulisan Imam Nawawi, “Al-Adzkar”, misalnya, yang aslinya justru tersimpan di Dublin Finlandia, sebuah negara sekuler. Tepatnya di perpustakaan Alfred Chester Beatty. Atau kitab “Majmu’ Al Fatawa”, karya Ibnu Taimiyah yang diterbitkan di Mesir pada tahun 2005, merujuk manuskrip yang berasal dari Perpustakaan Nasional Berlin di Jerman. Dan banyak yang lainnya. Para orientalis giat mengkaji manuskrip Islam, ketika umat Islam tak peduli manuskrip. Memburunya malahan. Dan nyatanya, mereka memetik manfaat yang besar dari karya para ulama itu. Para ilmuwan Rusia misalnya, mereka serius mengkaji manuskrip para ulama yang berhubungan dengan ilmu astronomi, yang disimpan di Perpustakaan Petersburg. Dan manuskrip-manuskrip yang lain, yang entah apa saja motif dibalik semua itu, mereka, para orang-orang kafir giat mengkaji manuskrip tulisan intelektual Islam. Malahan kita sendiri yang notabene umat muslim, bisa dikatakan kalah jumlah dan semangat dengan mereka.

Mungkin dikalangan umat muslim sendiri berfikir bahwa akan mencapai kejayaan dengan mengikuti faham sekuler ini. Takut akan terulangnya Dark Ages di Eropa. Tapi ini adalah logika yang salah. Ini hanya akan mengulang kebodohan orang-orang kafir, yang ketika zaman keemasan Islam mereka meniru kita menjadikan agama sebagai dasar hukum kehidupan, padahal injilnya saja salah. Jadilah mereka terperosok dalam. Dan kalau kita tengok sejarah, maka logika nya seharusnya ketika ingin mengulang masa kejayaan Islam, caranya adalah kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah. Benar-benar melaksanakan Islam secara kaffah. Dengan pemahaman yang benar, pemahaman para sahabat, tabi’in, tabiut tabi’in dan orang-orang sholeh terdahulu tentunya. Bisa saya katakan, dari Masjid, Baitulloh lah, kita akan bangkit kawan!

Iman dan Taqwa yang benar membutuhkan Ilmu

Setelah memahami hubungan Iman dan Taqwa sebagai dasar membangun peradaban, kita sedikit singgung tentang Ilmu. Karena tidak akan mungkin kita dapat beriman kepada Allah, malaikat, kitab, rosul Nya, dan juga Hari Akhir dengan benar ketika kita tidak memiliki ilmu. Ilmu yang saya maksud tentunya ilmu Agama. Terutama tauhid. Sebagai seorang muslim, sewajibnya kita memahami tentang tauhid dengan benar. Karena itu adalah dasar semua amalan. Ketika tauhid nya tidak beres, salah pemahaman, dan sebagainya, maka amalan amalan nya pun tak akan diterima. Banyak firman Allah dalam al-Qur’an mengenai mentauhidkan Allah. “Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik)” (QS Az Zumar: 2-3)

Sekedar sebagai pengingat, saya sedikit memberikan penjelasan mengenai tauhid. Tauhid terbagi menjadi 3, tauhid rububiyah, uluhiyah, dan asma’ wa sifat.

  • Tauhid rububiyah adalah beriman bahwa hanya Allah satu-satunya Robb yang memiliki, merencanakan, menciptakan, mengatur, memelihara, memberi rezeki, memberikan manfaat, menolak mudharat serta menjaga seluruh alam semesta. Hal ini diakui oleh seluruh manusia. Tak ada satupun yang menolak nya. Bahkan orang atheis sekalipun, dalam hati nuraninya tetap mengakui adanya Allah Subhanahu wa ta’ala.
  • Tauhid uluhiyah atau yang disebut dengan tauhid ibadah adalah beriman bahwa hanya Allah semata yang berhak disembah, tidak ada sekutu bagi Nya. Merupakan konsekuensi dari keimanan terhadap rububiyah Nya. Tauhid uluhiyah ini merupakan inti dakwah para Rosul. Semua menyerukan akan tauhid ibadah ini.
  • Tauhid asma’ wa sifat adalah beriman kepada nama-nama Allah dan sifat-sifatNya, sebagaimana yang diterangkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul Nya SAW menurut apa yang pantas bagi Allah Subhannahu wa Ta’ala, tanpa ta’rif, tanpa ta’thil, tanpa takyif, dan tamtsil.

Nah kalau para Rosul saja menjadikan dakwah tauhid ini menjadi yang nomer satu, kenapa kita tidak? Sebagai seorang pemuda, terutama aktivis yang memperjuangkan Islam melalui pendidikan, sudah seharusnya men-share ilmunya dengan berdakwah kepada masyarakat. Kondisi masyarakat kita sekarang begitu memprihatinkan, karena tauhidnya saja masih belum bersih dari kesyirikan. Bagaimana bisa amalannya di terima, kalau masih menyekutukan Allah? Maka dari itu perlu adanya dakwah tauhid ini. Sehingga masyarakat, baik yang tua maupun muda, memahami nya. Yang menjadi orang tua juga bisa memberikan pendidikan anaknya mengenai bagaimana tauhid yang benar. Setelah itu barulah mengenai aspek-aspek dalam Islam yang lain, seperti akhlaq, muamalah, dan sebagainya. Dan tentunya ikhlas dan sesuai tuntunan dari Rosululloh, agar ibadah kita diterima Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Bersabarlah!

Berdakwah itu sendiri memerlukan kesabaran ekstra. Tugas dan kewajiban bagi setiap muslim, saling mengingatkan satu sama lain. Dan tak lupa juga harus dengan hikmah. Karena yang kita hadapi adalah orang awam. Ketika tidak dengan hikmah, dakwah yang sebetulnya benar, akan jadi tertolak. Dikarenakan cara kita berdakwah, berkaitan dengan cara pengucapan, waktu dan tempat, dan sebagainya. Kemudian ketika kita langsung ingin membentuk pemerintahan Islam, orang-orang awam ini akan protes pastinya. Semisal saja wanita yang suka memakai, maaf, hotpants, tidak mau langsung disuruh memakai jilbab. Dan banyak contoh yang lainnya. Sehingga perlu bertahap. Dari diri sendiri dahulu. Kita perbaiki terus dan terus, kita tuntut ilmu lebih dan lebih. Setelah itu dari keluarga. Mulai dari hal-hal kecil. Pelan-pelan. Tidak bisa langsung secara instan kaya mie instant. Rosululloh dulu tak serta merta mengharamkan khamr kok. Belajar sholat juga tak begitu saja langsung sempurna. Pembentukan karakter masyarakat itu memerlukan proses, bukan dengan langsung memberikan hukum-hukum yang belum saat nya mereka bisa menerima.

Seperti kata Syeikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, 2 perkara yang bisa dilakukan kita para pemuda, yaitu Tashfiyah dan Tarbiyah secara serempak. Tashfiyah maksudnya mempersembahkan Islam kepada generasi muda Muslim secara murni, bersih dari segenap kotoran keyakinan (menyimpang), khurafat, bid’ah dan kesesatan yang menyusup masuk kedalamnya (Islam) disepanjang abad-abad ini. Di antaranya adalah hadits-hadits yang tidak shahih, bahkan terkadang hadits maudhu’ (palsu). Tarbiyah maksudnya mentarbiyah (mendidik/membina) kaum Muslimin zaman sekarang dengan suatu tarbiyah yang pada intinya dapat menghindarkan mereka agar jangan sampai terfitnah dengan dunia sebagaimana yang dialami orang-orang sebelum mereka. Karena inilah obatnya. Obat ketika menyelamatkan bangsa Arab dahulu dari keadaan yang buruk mirip seperti kita ini. Obat dari masyarakat yang terkena penyakit cinta dunia dan benci mati.

Sebenarnya yang menjadi perselisihan jama’ah-jama’ah adalah titik awal apa yang seharusnya dilakukan untuk ishlah, memperbaiki umat. Sesungguhnya, ketika menengok sejarah lagi, jauh sebelum Muhammad SAW lahir, Nuh ‘alaihis salam telah melaksanakan dakwah selama 950 tahun. Namun beliau tidak mengadakan ishlah (perbaikan), tidak membuat syari’at dan tidak menegakkan politik. Yang beliau lakukan hanya seruan: “Wahai kaumku beribadahlah kepada Allah saja dan jauhilah thagut!”. Itulah dia Rasul pertama yang telah diutus ke bumi, beliau terus-menerus berdakwah selama 950 tahun, tidak menyeru kecuali kepada tauhid. Maka kawan, ketika masyarakat bertauhid dengan benar, bersih dari kesyirikan, memahami islam secara kaffah, maka Daulah Islamiyah akan terbentuk dengan sendirinya. Ya, hadiah dari Allah Azza wa Jalla.

Istiqomahlah!

Dari Abu Amr, Suufyan bin Abdillah Ats Tsaqofi radhiallahuanhu dia berkata, saya berkata : “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, katakan kepada aku tentang Islam sebuah perkataan yang tidak aku tanyakan kepada seorangpun selainmu. Beliau bersabda: Katakanlah: aku beriman kepada Allah, kemudian istiqomahlah (berpegang teguhlah).” Hadits riwayat Muslim. Ya, tanpa istiqomah semua kan sia-sia. Istiqomah dalam ta’at kepada Allah dan memegang sunnah-sunnah Rosululloh. Saya tahu, begitu berat. Ibarat memegang bara api di tangan. Panas tentu. Tapi apakah kita akan melepas begitu saja, sedangkan imbalan yang begitu besar yang Allah janjikan pada kita? Tentu tidak.

Untuk bisa istiqomah saya punya beberapa tips :

  1. Ikhlas. Tentu ikhlas karena Allah. Rasa-rasanya seperti syaithan itu tak sanggup hinggap dan membuat malaikat tak sempat mencatat. Selalu dan selalu memperbaiki dan memperbaharui niat kita mulai terasa berbelok.
  2. Berdoa kepada Allah. Doa adalah senjata yang ampuh bagi kaum Muslimin. Dalam hadits banyak doa yang diajarkan Rosul kepada kita. Rosululloh yang dijamin masuk surga saja berdoa kepada Allah, apalagi kita yang masih banyak maksiatnya ini.
  3. Mengingat balasan bagi orang yang istiqomah. Rasa aman di tiga kehidupan, yaitu kehidupan dunia, alam kubur dan kehidupan akhirat.
  4. Bergaul dengan teman yang baik, yang selalu mengingatkan akan kampung akhirat.
  5. Banyak banyak membaca sirah, perjalanan hidup Rosululloh SAW dan para sahabat. Akan membuat kita merasa bahwa perjuangan kita ini tidak ada apa-apanya dibandingkan perjuangan umat umat terdahulu. Membuat kita lebih tegar menghadapi cobaan hidup.

Hanya sebentar saja kawan…

Kawan, kita tidak lama hidup didunia ini. Kalau dalam pepatah jawa “urip ning donyo ki muk mampir ngombe”. Ibarat sudah divonis mati, tinggal menunggu waktunya saja. Maka dari itu mari kita gunakan waktu sebaik mungkin. Menuntut ilmu, terutama ilmu syar’i. Berdakwah. Mencetak generasi yang baik. Membangun peradaban untuk mengulang kembali kejayaan Islam pada eranya Rosululloh dan para orang-orang shalih terdahulu. Dan jangan tertipu oleh dunia. “Ketahuilah oleh kalian, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megahan di antara kalian serta berbangga-banggaan dengan banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang karenanya tumbuh tanam-tanaman yang membuat kagum para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning lantas menjadi hancur. Dan di akhirat nanti ada adzab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan- Nya. Dan kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (Al- Hadid: 20)

Masih banyak sebetulnya yang ingin saya tuliskan. Karena masalah mengenai Islam sangat kompleks sekali. Satu sama lainnya akan saling berhubungan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Banyak permasalahan yang tentunya akan di hadapi kaum muslimin baik sekarang maupun di masa depan nantinya. Maka hendaknya setiap permasalahan kita kembalikan kepada Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijtihad para ulama’ dan Qiyas, yang kesemuanya merupakan sumber hukum Islam. Dan untuk yang terakhir, saya ingin mengutip sebuah nasehat yang bijak dari Luqman Al-Hakim kepada anakknya, “Wahai anakku! Sesungguhnya dunia ini bagai lautan yang dalam. Banyak manusia yang karam didalamnya. Bila engkau ingin selamat, agar jangan karam, arungilah lautan itu dengan perahu yang bernama Taqwa, isinya adalah Iman dan layarnya Tawakkal kepada Allah Azza wa Jalla.”

wallahu ta’ala a’lam bisshawab.

 


Satu tanggapan

  1. diminta untuk memberikan comment:
    1. jujur, pertama membaca saya sulit memahami rangkaian kata nya, karena terlalu tinggi bahasannya dan banyak menyangkut bau-bau sejarah,
    2. kenapa judulnya “Ketika peradaban pun bertasbih?”
    3. tidak mudah dipahami dengan sekali membaca saja 😀

    but, Totally, Subhanaallah..banyak ilmu, kisah, sejarah, dan muhasabah diri yang bisa dipelajari dan diambil dari sini.
    gud Job d^__^b

    Selamat nggih 😀

Tinggalkan Balasan ke ermaynee Batalkan balasan